SULSEL - Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024 mendatang. Untuk memastikan kualitas pelaksanaan Pemilu dan memberi jaminan rasa aman di sejumlah wilayah di Indonesia, Desk Koordinasi Pemilu Kemenko Polhukam akan menggelar Tim Pamantau/monitoring secara langsung di Provinsi Sulawesi Selatan di bawah komando Laksda TNI Dr. Abdul Rivai Ras.
Tujuan pamantauan ini secara umum dalam rangka memastikan kualitas proses politik, penegakan hukum terjaganya stabiltas dan jaminan keamanan. Secara khusus, memastikan penyelenggaraan pemungutan suara dapat berjalan dengan aman dan lancar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Baca juga:
100 Anak Muda Bawa Ide
|
Tim Pemantau ini akan digelar di 18 Provinsi (Kota dan Kabupaten) yang dinilai memiliki potensi kerawanan dan sebagai bentuk deteksi langsung melalui pemantauan Desk Pemilu Kemenko Polhukam di lapangan.
Tim Pemantau ini sesungguhnya merupakan representasi negara atau pemerintahan yang wajib mendukung penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, sehingga Tim Pemantau ini akan terus berkoordinasi dengan semua elemen Forkopimda, Penyelenggra Pemilu dan semua pihak yang dianggap perlu.
Tim Pemantau ini bekerja merujuk pada Peraturan Presiden RI Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan Keputusan Menko Polhukam Nomor 10 Tahun 2024 tentang Desk Koordinasi Pemilu dan Pilkada Kemenko Polhukam Tahun Anggaran 2024.
Desk Koordinasi Pemilu dan Pilkada Serentak Kemenko Polhukam akan melakukan Pemantauan Penyelenggaraan Pemilu di 18 Kota meliputi: Manado, Mataram, Bandung, Samarinda, IKN, Serang, Bandar Lampung, Pekanbaru, Jayapura, Kupang, Medan, Ambon, Manokwari, Banjarbaru, Denpasar, Makassar, Palembang dan Jakarta pada tanggal 12 s.d 16 Februari 2024 mendatang.
Sebagai catatan bahwa terdapat lima isu strategis yang berkontribusi pada sukses dan tidaknya Pemilu Serentak 2024 yang terbuka, jujur, dan adil. Isu pertama, yang dianggap paling berkontribusi atas kerawanan pemilu adalah netralitas penyelenggara pemilu dan aparatur negara guna menjaga kepercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu.
Isu Kedua, yakni masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik. Isu keempat, perlunya langkah-langkah mitigasi khusus untuk mengantisipasi kerawanan akibat dinamika politik di dunia maya. Isu keempat, masih maraknya money politics sehingga perlu perhatian khusus, dan isu kelima soal pemenuhan hak memilih dan dipilih yang tetap harus dijamin sebagai hak konstitusional warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.